BAB 5 SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL
BAB 5 SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL
Standar Kompetensi
Menganalisis sistem hukum dan peradilan Internasional
Kompetensi dasar
5.1.Mendeskripsikan sistem hukum dan peradilan internasional
5.2 Menjelaskan penyebab timbulnya sengketa internasional dan cara penyelesaian oleh Mahkamah Internasional
5.3.Menghargai putusan Mahkamah Internasional
A. PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL
Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata.
Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda. (Kusumaatmadja, 1999; 1)
Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara”. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya. Sedang menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain. (Kusumaatmadja, 1999; 2)
Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya. Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.
B. ASAS – ASAS HUKUM INTERNASIONAL
Tujuh asas utama yang harus ditegaskan dalam praktik hukum internasional sesuai dengan resolusi Majlis Umum PBB No. 2625. Asas-asas tersebut adalah :
1. Setiap negara tidak melakukan tindakan berupa ancaman agresi terhadap keutuhan terhadap wilayah dan kemerdekaan negara lain.
2. Setiap negara harus menyelesaiakan masalah-masalah inernasional dengan cara damai
3. Tidak melakukan intervensi terhadap urusan dalam negeri negara lain.
4. Negara-negara berkewajiban untuk menjalin kerja sama dengan negara lain berdasar pada piagam PBB
5. Asas persamaan hak dan penentuan nasib sendiri
6. Asas persamaan kedaulatan dari negara
7. Setiap negara harus dapat dipercaya dalam memenuhi kewajiban
C. SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
Pada dasarnya sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri. Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu.
D. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL DAPAT DIARTIKAN SEBAGAI:
1. Dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;
2. Metode penciptaan hukum internasional;
3. Tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan Pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.
E. SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL
Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional
Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah:
1. Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
a. Penduduk yang tetap;
b. Wilayah tertentu;
c. Pemerintahan;
d. Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
2. Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara. (Phartiana, 2003, 125)
3. Palang Merah Internasiona
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. (Phartiana, 2003; 123)
4. Organisasi Internasional
Kedudukan Organisasi Internasional sebagai subjek hukum internasional sudah tidak diragukan lagi. Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe:
a. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International onetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
c. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
5. Individu
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada individu semakin bertambah pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum
6. Kaum Pemberontak / Beligerensi (belligerent)
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional
internasional yang mandiri.
7. Perusahaan Multinasional
Perusahaan multinasional memang merupakan fenomena baru dalam hukum dan hubungan internasional. Eksistensinya dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.
F. HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DENGAN HUKUM NASIONAL
Ada dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional, yaitu: teori Dualisme dan teori Monisme.
Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)
G. SISTEM PERADILAN INTERNASIONAL
Sistem peradilan nasional, sistem kaitanya dengan peradilan internasionl yaitu unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga pengadilan internasional yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk atau kesatuan dalam mencapai keadilan internasional. Komponen-komponen tersebut yaitu :
a. Mahkamah internasional ( the internasional court justice)
b. Mahkamah pidana internasional ( the internasional criminal court)
c. Panel khusus dan special pidana internasional ( the internasional criminal tribunals and special courts )
a. Mahkamah internasional (The Internasional Court of Justice ICJ)
Berkedudukan di Den Haag, Belanda dan sebagai organ utama PBB untuk mengadili dan mengahakimi setiap Negara yang bersengketa, oleh karena itu setiap Negara yang bersengketa harus tunduk pada yuridiksi pengadilan sebelum kasus mereka didengar. Mahkamah internasional ini telah didirikan tahun 1945 dan mulai berfungsi pada tahun 1946 . Fungsi dari Pengadilan Pengadilan memiliki peran ganda: untuk menetap sesuai dengan hukum internasional sengketa hukum itu diserahkan kepada oleh Negara, dan memberikan pendapat konsultasi mengenai pertanyaan hukum dimaksud dengan internasional organ dan lembaga yang berwenang sebagaimana mestinya.
1. Komposisi Mahkamah Internasional (MI)
Komposisi MI terdiri dari 15 hakim. 2 diantaranya merangkap sebagai ketua dan wakil ketua, masa jabatanya adalah 9 tahun. Pemilihan diadakan setiap tiga tahun untuk satu-sepertiga dari kursi, dan hakim pensiun dapat dipilih kembali. Calon hakim tersebut direkrtut dari warga Negara anggota yang dinilai cakap dibidang hukum internasional,
Susunan Mahkamah adalah sebagai berikut: Presiden Shi Jiuyong (Cina); Wakil Presiden Raymond Ranjeva (Madagaskar); Hakim Gilbert Guillaume (Prancis); Abdul G. Koroma (Sirra Leone); Vladlen S.Vereshchetin (Federasi Rusia) ; Rosalyn Higgins (Inggris), Gonzalo Parra-Aranguren (Venezuela), Pieter H. Kooijmans (Belanda), Francisco Rezek (Brazil); Shawkat Al-Khasawneh AWN (Jordan); Thomas Burgenthal (Amerika Serikat); Elaraby Nabil (Mesir); Hisashi Owada (Jepang); Bruno Simma (Jerman) dan Peter Tomka (Slovakia).
2. Fungsi Utama Mahkamah Internasional
Fungsi utama MI adalah menyeleasaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subjeknya adalah Negara.pasal 34 statuta MI menyatakan bahwa yang boleh beracara di MI hanyalah subyek hokum Negara (only states may be parties in cases before the court).3 kategori Negara :
1. Negara anggota PBB.
2. Negara bukan anggota PBB yang menjadi anggota statuta asal memenuhi persyaratan.
3. Negara bukan anggota statuta MI harus membuat deklarasi bahwa tunduk pada semua ketentuan Mahkamah Internasional dan piagam PBB.
4. Yurisdiksi Mahkamah Internasional
Yurisdiksi adalah kewenangan yang dimiliki oleh MI yang bersumber pada hukum Internasional untuk menentukan dan menegakan sebuah aturan hukum, yuridiksi ini meliputi kewenangan untuk: 1) memutuskan perkara – perkara pertikaian (contentiouscase) 2)Memberikan opini yang bersifat nasehat (advisory opinion)
Selain itu para phak yang beracara di MI harus menerima yurisdiksi MI. ada beberapa cara penerimaan tersebut :
a. Perjanjian khusus, dalam hal ini Negara yang beracara di MI harus membuat perjanjian khusus yang berisi subyek persengketaan. Contoh kasus yaitu pulau lugtan dan sipadan antara Indonesia dan Malaysia.
b. Penundukan diri dalam perjanjian Internasional, para pihak yang menundukan diri pad yurisdiksi MI sebagaimana terdapat dalam isi perjanjian internasional diantara mereka.dan tentu saja tunduk kepada yurisdiksi masih tetap harus dilakukan.
c. Pernyataan penundukan diri Negara peserta statute MI, tetap anggota stauta mempunyai kewajibn untuk tunduk kepada MI. tapi bedanya mereka tidak perlu membuat perjanian khusus terlebih dahulu.
d. Keputusan MI mengenai yurisdiksinya,manakala ada sengketa pada yurisdiksi tersebut maka di selesaikan oleh MI.para pihak dapt mengajukan keberatan awal terhadap yuridiksi MI..
e. Penafsiran putusan, MI harus menafsirkan putusan jika diminta oleh salah satu pihak bahkan kedua belah pihak, menurut statute pasal 26.
f. Perbaikan putusan, pengajuan permintaaan dilakukan untuk menundukan diri pada yurisdiksi. syarat pengajuan tersebut yaitu adanya fakta baru (novum) yang belum diketahui oleh MI ketika putusan itu dibuat. Pada menerima permintaan, Pengadilan memutuskan Negara dan organisasi yang mungkin memberikan informasi yang bermanfaat dan memberikan mereka kesempatan untuk menyajikan laporan tertulis atau lisan.
b. Mahkamah pidana internasional (the internasional criminal court,ico)
MPI merupakan mahkamah pidana internasional yang berdiri permanent berdasarkan traktat multilateral MPI brtujuan untuk mewujudkan supremasi hukum internasional dan memastikan bahwa pelaku kejahatan berat internasional dipidana.MPI daisahkan pada tanggal 1 juli 2002, dan dibentuk berdasarkan statute roma lahir terlebih dahulu pada tanggal 17 juli 1998, tiga tahun kemudian, yaitu tanggal 1 juli 2005 statuta mahkamah internasional telah diterima oleh 99 negara.
1. Komposisi
pada awalnya MPI terdiri dari 18 oarang hakim yang bertugas selam sembilan tahun tanpa dapat dipilih kembali. Para hakim dipilih berdasarkan dua pertiga suara majelis Negara pihak,y yang terdiri atas Negara-negara yang telah meratifikasi ststuta ini(pasal 35 ayat 6 dan 9).
Dalam memilih para hakim, Negara pihak harus memperhitungkan perlunya perwakilan. Berdasarkan prinsip-prinsip system hukum di dunia, keseimbangan geografis, dan keseimbangan jender. Prinsip yang mendasr dari statute Roma ini adalah ICC merupakan pelengkap bagi yurisdiksi pidana nasional, berarti mahkamah internasional harus mendahulukan system nasional.
2. yurisdiksi MPI
kewenangan yang dimiliki MPI untuk menegakan aturan hokum internasional adalh memutus perkara terbatas terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga Negara dari Negara yang telah meratifikasi statute MI.
1. Kejahatan genosida ( the crime of genoside)
yaitu tindakan kejahatan yang berupaya untuk memusnahkan keaseluruhan atau sebagian dari suatu bangsa, etnik, ras ataupun kelompok keagamaan tertentu.
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan( the crimes against humanity)
yaitu tindakan penyerangan yang luas atau sistematis terhadap populasi pensusuk sipil tertentu.
3. Kejahatn perang ( warcrimes)
yaitu tindakan yang berkenaan dengan kejahatan perang, semua tindakan terhadap manusia atau hak miliknya yang bertentangan dengan konvensi jenewa (misalnya pembunuhan berencana, penyikasaan, dll) dan kejahatan yang melanggar hokum konflik bersenjata internasional ( menyerang objek-objek sipil bukan militer)
4. Kejahatan agresi ( the crime of aggression)
yaitu tindakan kejahatan yang mengancam terhadap perdamaian.
c. Panel khusus dan spesialisasi perdana internasional (the internasional criminal tribunals and special courts. ICT/SC)
Adalah lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen atau sementara (ad hoc) dalam arti setelah selesai mengadili maka peradilan ini dibubarkan. Yuridiksi atau kewenangan darai Panel khusus dan special pidana internasional ini, adalah menyangkut tindak kejahatan perang dan genosida (pembersihan etnis) tanpa melihat apakah Negara dari si pelaku itu telah meratifikasi atau belum terhadap statute panel khusus dan special pidana internasional ini. Contoh Special Court for East Timor dan Indonesia membentuk Peradilan HAM.
H. PENYEBAB DAN PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI.
a. Penyebab Sengketa
Sengketa internasional (internasional dispute) adalah perselisihan yang terjadi antara negara dengan negara, negara dengan individu-individu atau negara dengan badan-badan /lembaga yang menjadi subjek hukum internasional. Sebab terjadi sengketa antara lain 1) salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian internasional, 2)perbedaan penafsiranmengenai isi perjanjian internasional, 3) perebutan sumber-sumber ekonomi, 4) perebutan pengaruh ekonomi, politik, ataupun keamanan regional dan internasional, 5)adanya intervensi terhadap kedaulatan negara lain, 6) penghinaan terhadap harga diri bangsa
b. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai.
Penyelesaian sengketa secara damai dibedakan menjadi: penyelesaian melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Yang akan dibahas pada kesemapatan kali ini hanyalah penyelesaian perkara melalui pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan dapat ditempuh melalui:
1. Arbitrase Internasional
Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah pengajuan sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak, yang memberi keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang penting dalam arbitrase adalah :
1) Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan
2) Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum. (Burhan Tsani, 1990; 211)
Arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama antar anggota-anggota yang ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang terdiri dari orang-orang yang diajukan oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih dengan cara lain.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan arbitrase tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:
1. persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase;
2. metode pemilihan panel arbitrase;
3. waktu dan tempat hearing (dengar pendapat);
4. batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan;
5. prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu kesepakatan. (Burhan Tsani, 1990, 214)
Masyarakat internasional sudah menyediakan beberapa institusi arbitrase internasional, antara lain:
1. Pengadilan Arbitrase Kamar Dagang Internasional (Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce) yang didirikan di Paris, tahun 1919;
2. Pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Internasional (International Centre for Settlement of Investment Disputes) yang berkedudukan di Washington DC;
3. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Asia (Regional Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia;
4. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Afrika (Regional Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kairo, Mesir. (Burhan Tsani; 216)
2. Peyelesaian Yudisial
Penyelsaian Yudisial adalah suatu penyelesaian sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional.
3. Negosiasi, Jasa-jasa Baik, Mediasi, konsiliasi, dan Penyelidikan
Negosiasi, Jasa-jasa Baik, Mediasi, konsiliasi, dan Penyelidikan merupakan penyelesain sengketa yang kurang formal dibandingkan dengan arbitrasi dan penyelesaian yudisial, yang dalam pelaksanaanya tergantung pihak yang bersengketa atau dengan pihak ketiga.
4. Penyelesaian dibawah Naungan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Anggota PBB harus berusaha menyelesaikan sengketa-sengketa melalui cara-cara damai dan menghindarkan ancaman perang atau penggunaan kekerasan.tanggung jawab penting beralih ketangan Dewan keamanan dan majlis umum. MU memiliki wewenang merekomendasikan tindakan-tindakan untuk penyelesaian damai.
c. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Paksa atau Kekerasan
1. Perang
Perang adalah penyelesaian sengketa internasional dengan menggunakan kekerasan senjata dengan tujuan untuk mengalahkan pihak lawan sehingga pihak lawan tidak ada alternatif lain kecuali memenuhi syarat-syarat penyelesaian yang diajukan oleh pihak pemenang.
2. Tindakan bersenjata bukan perang
Jenis penyelesaian sengketa ini juga menggunakan kekerasan senjata, akan tetapi, masih di bawah kategori perang. Biasanya disebut perang pendek atau tindakan kekerasan terbatas. Tindakan ini dimaksudkan agar para pihak yang bersengketa mau menyelesaikan sengketa mereka secara damai (self help)
3. Retorsi
Retorsi adalah tindakan tidak bersahabat yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain yang terlebih dahulu melakukan tindakan tidak bersahabat.
Retorsi juga diartikan sebagai tindakan pembalasan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain oleh karena negara yang kena retorsi telah melakukan tindakan tidak sopan dan tidak adil.
Wujud Retorsi :
- Pemutusan hubungan diplomatik;
- Pencabutan hak istimewa;
- Penarikan konsesi pajak dan tarif;
- Penghentian bantuan ekonomi.
4. Reprisal
Reprisal adalah upaya paksa untuk memperoleh jaminan ganti rugi, akan tetapi terbatas pada penahanan orang dan benda. Reprisal merupakan upaya paksa yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa yang timbul oleh karena negara yang dikenai reprisal telah melakukan tindakan yang tidak dibenarkan.
Wujud Reprisal :
- Pemboikotan barang;
- Embargo;
- Demonstrasi angkatan laut;
- Pemboman.
Syarat Reprisal :
- Sasarannya ditujukan kepada negara yang senantiasa melakukan pelanggaran;
- Negara sasaran dituntut terlebih dahulu untuk memenuhi ganti rugi;
- Tindakan reprisal harus proporsional dan tidak boleh berpihak.
5. Blokade Damai
Blokade dilakukan pada waktu damai dengan maksud agar negara yang dikenai blokade mau memenuhi permintaan negara yang memblokade.
6. Embargo
Embargo merupakan suatu prosedur lain untuk memperoleh ganti rugi. Biasanya embargo dilakukan dengan melarang ekspor ke negara yang dikenai embargo. Embargo biasanya dipergunakan sebagai salah satu bentuk sanksi terhadap negara yang senantiasa melanggar hukum internasiona.
7. Intervensi
Intervensi adalah suatu cara penyelesaian sengketa di mana terdapat campur tangan pihak ketiga yang berupaya agar para pihak yang bersengketa mau menyelesaikan sengketa mereka secara damai. Intervensi sebenarnya dilarang, tetapi kadangkala dibenarkan dalam hal :
- Bila intervensi itu diminta oleh negara yang membutuhkan intervensi;
- Bila intervensi itu dilakukan untuk kepentingan kemanusiaan.
I. PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL MELALUI MI
Ada lima aturan yang me njadi dasar dan rujukabn proses persidangan MI : Piagam PBB (1945), Statuta MI(1945), Aturan Mahkamah (rules of the Court :1970), Panduan Praktik (practice Directions),dan Resolusi tentang praktik Judisial Internal Mahkamah (Resolution Councerning The Internal Judicial Practice of the Court) .
Mekanisme persidangan (proses beracara ) MI ;
a. Mekanisme Normal
1. Penyerahan Perjanjian Khusus (Notification of special agreement) atau Aplikasi (Application)
2. Pembelaan tertulis (Written Pleadings)
3. Presentasi Pembelaan (Oral Pleadings)
4. Keputusan (Judgement)
b. Mekanisme Khusus
1. Keberatan Awal
2. Ketidak hadiran salah satu pihak
3. Keputusan Selasa beracara bersama
4. Intervensi
J. MENGHARGAI PUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL
seluruh anggota PBB secara otomatis menjadi anggota Mahkamah Internasional oleh karena itu jika terjadi sengketa maka sudah menjadi ketentuan bagi negara-negara anggota untuk menggunakan haknya bila merasa dirugikan oleh negara lain. Akan tetapi sebaliknya jika suatu keputusan Mahkamah internasional telah diputuskan segala konsekuensi yang ada harus diterima. Hal itu mengingat bahwa apa yang menjadi putusan Mahkamah internasional merupakan keputusan terakhir walaupun dapat dimintakan Banding.
Contohnya Indonesia dan Malaysia pernah berurusan dengan Mahkamah Internasional (MI) untuk menyelesaikan sengketa pemilikan pulau Sipadan . Dalam proses persidangan di MI, pihak Malaysia dinyatakan pemilik syah pulau itu. jadi dengan alasan tertentu dan rasional tentunya Kita menghargai keputusan dari MI tersebut
http://thoyyibnn.blogspot.co.id/2014/09/pkn-kelas-xi-semester-2-bab-4-5.html
👍
BalasHapus